Yangon, 18 Hal yang Perlu Kamu Ketahui

Myanmar atau Burma, merupakan salah satu negara ASEAN yang baru membuka diri di tahun 2011 dengan dunia internasional setelah puluhan tahun terisolasi dalam junta militer. Sebelumnya, mereka sering perang saudara, dan di Indonesia, sering kita melihat penindasan etnis Rohingya yang beragama muslim, oleh biksu buddha. Setelah membuka diri, bagi kita yang sudah terpapar dengan dunia Internasional via internet mungkin akan melihat negara ini sangat unik.

Ini cerita gua sewaktu berkunjung di Yangon, Myanmar. Bukan dalam rangka backpacking, tapi business trip, kayak di Phnom Penh yang udah gua tulis sebelumnya di sini. Yangon merupakan mantan ibukota Myanmar, dan merupakan kota terbesar di negara ini. Kota tebesar kedua adalah Mandalay, dan ketiga, sekaligus ibukota yang baru, adalah Naypyitaw. Selama seminggu di sana, gua merhatiin banyak hal mengenai kebudayaan orang Myanmar dan kota Yangon itu sendiri.


1. Seluruh Kota Serasa di Kota Tua Jakarta


Meskipun mantan ibukota, yang seharusnya paling maju secara pembangunan infrastruktur, tapi sekilas mirip dengan Kota Tua di Jakarta, maupun kota Phnom Penh di Kamboja. Banyak ruko-ruko 2-3 lantai, dan masing-masing lantai beda pemilik. Untuk naik ke lantai di atasnya, terdapat akses berupa tangga dengan kemiringan yang cukup curam, dan sempit banget! Cuma pas untuk satu orang bule dewasa doank. Gua pernah liat ada orang lokal naik ke rukonya, sambil bawa barang dagangan yang sekarung. Ribet banget lah liatnya!


Bangunan menjulang tinggi juga masih jarang. Menurut data dari Emporis (penyedia data bangunan dan konstruksi di seluruh dunia), bangunan yang mempunyai lebih dari 10 lantai cuma ada 11, paling tinggi cuma 25 lantai. Infrastruktur berupa jalan layang juga masih sedikit. Tapi, semenjak membuka diri, sudah mulai banyak pembangunan infrastruktur, terutama jalan layang. Pembangunan hotel dan apartemen juga sementara itu menjamur. 


Mungkin dalam 5-10 tahun lagi, kita bisa melihat wajah baru di kota Yangon. 



ASEAN, Asia, Backpacking, Backpacking murah, Budget Travelling, budgeting, Burma, Flashpacking, Flashpacking murah, Indochina, itinerary, jalan-jalan, Myanmar, Rangoon, Travelling, Travelling Murah, Yangoon,
Rata-rata bangunan di Yangon seperti ini, ga sampai 10 lantai, berbentuk rusun dengan ruko di bawahnya. 


2. Banyak Taman dan Danau


Meskipun secara fisik bangunan-bangunan di sini mirip dengan Phnom Penh maupun kota tua, tapi yang membuat gua betah dengan kota ini adalah keberadaan taman kota yang luas dan banyak. Biasanya disertai dengan danau. Kadang gratis, kadang perlu bayar, terutama untuk turis.


Terdapat tiga danau besar di Yangon. Inya Lake, Kandawgyi Lake, Hlawga Lake. Di danau-danau ini terdapat taman yang cukup luas dan menjadi tempat hangout masyarakat lokal. Selain danau besar tadi, masih banyak terdapat danau-danau kecil, ataupun taman kota yang bertebaran di Yangon. Rata-rata berada di selatan kota, yang merupakan pusat bisnis.


Gua cuma berkunjung ke Inya Lake dan Kandawgyi Lake. Taman di Inya Lake yang gua kunjungi, gratis masuk dan banyak streetfood di sana. Letaknya di seberang Inya Lake Hotel. Selain itu terdapat juga track lari. Untuk Kandawgyi Lake, perlu bayar 1.000 Kyat, tapi oleh supir taxi kami, dibolehin masuk for free! Di dalam Kandawgyi Lake ini terdapat Karaweik Palace, restoran ngapung berbentuk perahu yang terkenal itu. Untuk ulasan lebih detailnya, klik ke sini.



ASEAN, Asia, Backpacking, Backpacking murah, Budget Travelling, budgeting, Burma, Flashpacking, Flashpacking murah, Indochina, itinerary, jalan-jalan, Myanmar, Rangoon, Travelling, Travelling Murah, Yangoon, kandawgyi lake, inya lake
(kiri) Kandawgyi Lake dengan Karaweik Palace Restaurant. (kanan) Inya Lake. Klik di sini untuk info tentang destinasi yang menarik di Yangon.


3. Diversivikasi Ras yang Tinggi


Di Yangon, banyak terdapat etnis dari ras yang berbeda. Mirip lah ama Malaysia atau Singapur. Suku asli di Myanmar adalah Bamar, jumlahnya sekitar 68% populasi. Sisanya etnis-etnis lain dari Shan, Karen, Mon, Kachin, Chin dan Kayah. Semuanya mempunyai wajah percampuran melayu dan cina. Lalu ada etnis Cina dengan wajah yang lebih bulat dan mata sipit. Etnis Rakhine dengan wajah melayu campur India. Lalu etnis India sendiri. Kemudian etnis Arab.


4. Jago Bahasa Inggris


Myanmar sempat dijajah oleh Inggris selama lebih dari 100 tahun (1824-1948). Jadi, jangan heran kalau banyak yang jago bahasa Inggris. Terutama di kota-kota besar, apalagi semenjak mereka membuka diri dari isolasi. Banyak rakyatnya yang makin nyadar akan pentingnya bahasa Inggris untuk kelancaran bisnis. Apalagi supir-supir taxi, dijamin bisa bahasa Inggris deh. Tapi, mirip kayak orang Thailand dan Vietnam -di mana pronounciation-nya banyak yang bercampur dialek lokal, sehingga cukup aneh buat telinga kita. Misal, Myanmar mereka nyebutnya Myinmaa -"R" nya silent. Kalau bahasa asli mereka sih, bahasa Burma, tulisan cacing. 

5. Banyak Muslim

Meskipun di Myanmar mayoritas penduduknya beragama Buddha, tapi jangan khawatir untuk mendapatkan makanan Halal. Di Yangon, banyak juga terdapat makanan Halal dan mesjid. Tinggal main ke daerah perkampungan Arab yang mayoritas muslim, dijamin sekitar area itu halal semua. Keluar dari area Arab, emang perlu sedikit effort untuk mencarinya, tapi tetap ada. 


Salah satu resto yang gua makan merupakan resto halal cabang Mandalay. Saat itu gua masih merasa aneh melihat wajah Cina tapi muslim (padahal gua sendiri muka kayak Cina, tapi muslim). Hahahaa. Check this out kalau mau tahu lebih lanjut tentang halal food di Yangon.


ASEAN, Asia, Backpacking, Backpacking murah, Budget Travelling, budgeting, Burma, Flashpacking, Flashpacking murah, Indochina, itinerary, jalan-jalan, Myanmar, Rangoon, Travelling, Travelling Murah, Yangoon, halal food, mandalay restaurant
Salah satu resto halal di Yangon. Klik di sini untuk info lebih lanjut.


6. Lebih Banyak Lagi Pagoda


Karena mayoritas penduduknya penganut Buddha, maka gak heran kalau di Yangon banyak terdapat Pagoda. Kalau di Thailand, kuil Buddha disebut Wat, dan di Jepang Pagoda itu merujuk kepada bangunan menara dengan tiap lantai mempunyai teras atap. Kalau di Myanmar, kuil Buddhanya dinamain Pagoda. 

Rata-rata pagodanya berstupa. Biasanya beberapa stupa kecil lalu satu stupa gigantis. Dan sudah pasti ada patung Buddhanya. Ada beberapa Pagoda dengan patung Buddha yang cukup besar. Bahkan patung Buddha tidur, kayak backgroundnya Sagat di Street Fighter. Berikut info tentang Shwedagon Pagoda, pagoda terbesar dan tertua di Yangon.


ASEAN, Asia, Backpacking, Backpacking murah, Budget Travelling, budgeting, Burma, Flashpacking, Flashpacking murah, Indochina, itinerary, jalan-jalan, Myanmar, Rangoon, Travelling, Travelling Murah, Yangoon, Shwedagon Pagoda
Swhedagon Pagoda dari jauh dan dari dekat.


7. Design Baroque


Pagoda di Myanmar dan Wat di Thailand dan Kamboja, mempunyai kemiripan. Secara struktur, bentuk atapnya mirip-mirip. Yang membedakan adalah hiasannya. Di Myanmar, hiasannya sangat detail dan menjulang di tiap sudut atap. Desainnya mirip desain baroque di eropa, di mana tiap sudut diisi dengan hiasan. 


ASEAN, Asia, Backpacking, Backpacking murah, Budget Travelling, budgeting, Burma, Flashpacking, Flashpacking murah, Indochina, itinerary, jalan-jalan, Myanmar, Rangoon, Travelling, Travelling Murah, Yangoon,
Perhatikan atap dan ragam hiasnya. Detail banget, dan isiannya lebih banyak dibanding Wat di Thailand dan Kamboja.


8. AMAN! Setidaknya di Yangon Aman!

Saat gua berkunjung ke sana (dan mungkin masih relevan hingga sekarang), isu Rohingya lagi hangat-hangatnya. Menurut media yang tersebar, etnis Rohingya, yang mayoritas Islam banyak yang di usir secara massif oleh rakyat Myanmar yang beragama Buddha. Oleh media isu ini dibawa ke arah isu agama. Sehingga bagi muslim ada rasa ketakutan untuk melancong ke sana. At least, saat itu banyak teman-teman gua ngingatin agar hati-hati di sana, karena isu ini.

Ketika gua di sana selama seminggu, gua ga merasakan sama sekali tuh adanya ketegangan antar agama. Bahkan adem ayem, dan rukun banget. Nih, tempat gua nginap di daerah selatan Yangon, Pabedan District. Dekat sini ada alun-alun kota, pasar dan juga disrict bisnis kota Yangon. Jalan dikit ke selatan dari hotel, ada Sule Pagoda. Salah satu pagoda Buddha terkenal di Yangon. Jalan dikit ke tenggara, ada alun-alun kota, Maha Bandoola Park, dengan Independence Monumennya. Gua sempat jogging pagi-pagi di sini, dan rame oleh anak muda yang lagi jogging maupun lansia yang lagi aerobik ato yoga. Semacam Monas lah, tapi versi kecil. Dekat sini ada Gereja Baptis Immanuel. 

Jalan dikit ke arah timur dari Sule Pagoda merupakan area little Arab. Nah, di sini banyak makanan Halal. Satu-dua blok di sebelahnya, little India. Di sekitar area ini, terdapat beberapa mesjid atau musholla, dan kuil Hindu. Berdekatan. Jalan lagi dikit, sampai ke China Town, yang mayoritas buddha. Beragam etnis dan agama ini tinggalnya berdekatan, tetanggan dan pada woles aja tuh. Semoga tetap terus woles deh, biar kalo gua backpacking ke Yangon lagi, tetap aman. 

9. Namanya Mirip-mirip


Situ, Aung, Myint, Kyaw merupakan nama (atau marga?) yang sering dipakai. Dan biasanya berulang. Misalnya, Kyaw Kyaw, atau Aung Aung. Okeh, ga penting, cukup tau aja. Hahahaaa.


10. Is That A Make Up?


Oke, sebenarnya make up di sini dalam tanda kutip. Orang Myanmar demen pake semacam bedak di wajahnya. Bayangin jaman kita kecil, kalo abis mandi, muka kita suka dibedakin ama enyak kan? Dibedakinnya ngasal gitu deh, asal diusap dijidat dan dipipi. Nah, di sini tuh, kayak gitu. 

Bedak yang dipakai berasal dari kayu Thanaka, yang diulek hingga halus jadi. Bedak ini merupakan tradisi rakyat Myanmar yang dipercaya berusia lebih dari 2000 tahun. Hingga saat ini, tradisi ini masih bertahan. Yang makai pun ga cuma bocah, tapi cewe dan cowo juga make loh. Bedak Thanaka ini dipercaya berkhasiat mengurangi jerawat sekaligus perlindungan dari sinar UV dan memberi sensasi segar ketika matahari lagi panas-panasnya. 

Tapi bayangin aja, di hotel berbintang 5, petugas hotel dengan seragam ketat dan rok mini, make up wajah udah bergincu merah, alis dan mata udah dipoles sedemikian rupa, tapi tetap ada bedak ini. Yang ada gua pengen ketawa sih. No offense yah, hehee.

11. Japan = OKE

All hail Japan. Di benak masyarakat Myanmar, semua produk yang berasal dari Jepang, berarti kualitasnya nomor wahid. Udah ga diragukan lagi deh. Makanya, banyak proyek kerjasama dengan Jepang, apalagi pembangunan infrastruktur. Ohiya, di Myanmar jarang yang jual mobil baru. Rata-rata mobil second, tapi impor semua. Udah tau lah ya, impornya dari mana.

12. All Hail Sarung!


Salah satu yang menurut gua hal ajaib di Myanmar. Sarung tuh pakaian kebanggaan mereka. Dari pekerja kasar, penjual di pasar, hingga bos-bos, pada pake sarung. Gua maen ke proyek gua, pekerjanya banyak yang make sarung, lalu dilipat hingga berbentuk kancut. Lalu, ada juga bos-bos, pakaiannya udah rapih, pake jas, bawahnya sarung bro! Kereen! 

Pernah gua lewatin anak-anak SMA pulang sekolah. Ada yang bergaya Jejepangan gitu. Rambut dicat, pake gel banyak hingga berdiri kayak rambutnya sasuke, baju ngetat. Bawahnya donk, sarung! Super cooool! Btw, sarung di sana disebut longyi.

13. Tinggalkan Alas Kaki


Masyarakat Myanmar masih sopaaan banget. Kalau mau masuk ke area perkantoran, terutama ruangan bos-bos, alas kaki wajib di buka! Pas maen ke Shwedagon Pagoda, alas kaki juga wajib di buka. Jadinya nyeker. Tapi wajar lah ya, karena ini area suci bagi ummat Buddha. Nah, gua juga sempat masuk ke kantor Money Exchanger. Di depannya ada tulisan, wajib buka alas kaki. Mau ga mau, sneakers gua dilepas dulu, baru masuk ke dalam. Unik dan sopan banget deh. 

14. Bayar Pakai Dollar


Sama seperti di Kamboja, di Myanmar juga menerima dollar sebagai alat perbelanjaan yang sah. Satu dollar dianggap setara dengan 1.000 Kyat. Tapi, kata gua sih, rugi kalau mau belanja di pasar pake dollar. Dan menurut info saat ini, dollar cuma boleh dipakai untuk bayar hotel dan tiket kereta. Saran gua, cek dulu kurs dollar terhadapt Kyat berapa, lalu itung, mending bayar pake dollar atau Kyat. 

Info lainnya, pecahan dollar gede ($50 & $100) dihargai lebih tinggi daripada pecahan kecil. Dan lecek tidak nya lembaran dollar juga ikut mempengaruhi harga. Mirip lah ama di Indo.

15. Harga Makan dan Minum


Sekali makan untuk budget meal, dari USD2~6. Sementara minuman botol, sekitar USD1. Untuk cemilan, seperti roti ala-ala Breadtalk lokal, seharga 500-an Kyat. FYI, kalau makan di warung kecil, biasanya mereka nyiapin meja di jalanan di depan toko mereka. Mejanya kecil, dengan bangku plastik mini, kayak yang biasa dipakai nyuci di sini. Semacam semi-jongkok gitu deh. 

16. Transportasi


Transportasi di Yangon cuma ada bus, kereta dan taxi. Naik taxi sama kayak di Bandung, ga pake argo. Kudu nawar. Naik taxi dari Airport ke pusat kota, minimal USD5. Kalau mau keliling-keliling seharian dengan taxi, bisa sampe USD100 per hari. Saat itu sih, karena dibayarin kantor, jadi why not? Ujung-ujungnya dianter ke tempat-tempat asik, dan bisa masuk gratis. Kalau tanpa local guide, kudu bayar. Selain taxi, ada juga trishaw, semacam becak gitu.

17. GEM Heaven

Jauh sebelum demam batu akik di Indonesia beberapa waktu lalu, Myanmar sudah lama terkenal dengan batu akiknya. Yangon sebagai kota terbesar, tenmtunya menawarkan batu akik di mana-mana. Sampai ada pusat perbelanjaan khusus batu akik di sana. So, pecinta batu bacan dan kawan-kawannya, mampir deh ke Yangon!


ASEAN, Asia, Backpacking, Backpacking murah, Budget Travelling, budgeting, Burma, Flashpacking, Flashpacking murah, Indochina, itinerary, jalan-jalan, Myanmar, Rangoon, Travelling, Travelling Murah, Yangoon, gem,


18. Banyak Lagu Bajakan


Hal ajaib lainnya dari Yangon. Banyak lagu-lagu terkenal di belahan bumi lain, dijadikan lagu baru di sini. Aransemennya sama persis, tapi lirik lagunya diganti dengan bahasa Burma. Gua ga tau sih, liriknya tuh cuma ditranslate dari lagu asli menjadi bahasa Burma, atau beneran liriknya diganti. 

Misalnya lagu My Heart Will Go On nya Celine Dion, Adrianne nya the Calling, semuanya diganti jadi berbahasa Burma. Yang jelas, hampir seluruh lagu-lagu top 40 yang diputar di radio Yangon, aransemennya dari lagu-lagu terkenal di luar sana. Gua nanya ke orang lokalnya, mereka tau ga versi aslinya ini. Banyak yang ga tau!

Teori gua begini; karena lama mengisolasi diri, maka banyak masyarakat Myanmar yang ga tau perkembangan dunia luar. Tapi demand akan entertainment tetap ada, makanya oleh mafia musik, lagu-lagu di luar sana, baik yang terkenal atau yang ga, dibajak menjadi versi mereka sendiri. 

UPDATE!
Ada satu hal yang baru gua ingat. Di Yangon, bau! Ada bau khas gitu, sekota. Di mulai dari bandara udah kecium baunya. Gua ga tau bau apa, bagi yang ga terbiasa lumayan mengganggu sih. Jadi, bagi yang ga tahan dengan bebauan aneh, siap-siap deh bawa masker.

Kira-kira begitulah hasil pengamatan gua selama seminggu di Yangon. Karena hasil pengamatan & pengalaman pribadi, mungkin ada yang berbeda pendapat. Juga, pengalaman waktu itu kebanyakan bukan karena explore ala backpacker, tapi karena bistrip selama seminggu di sana. Sempat sih, beberapa kali nyelipa ke luar di malam hari. Untungnya hotel gua dekat dengan pasar dan alun-alun kota, jadi cukup banyak yang bisa dilihat. Tapi, nightlife di Yangon rata-rata cuma karaoke. 

Saran gua kalau ke Yangon, tinggalnya di daerah selatan, sekitar Sule Pagoda. Banyak hal yang bisa dilihat di sana, dengan jalan kaki aja. Dari situ juga dekat dengan terminal bus dan stasiun kereta api. Ada mall, dengan bioskop yang tentu saja sudah didubbing ke bahasa lokal. Ada pasar, yang kayak blok M dan Paul di Jakarta. Buat yang Muslim, banyak Halal Food di sini, dan beberapa penjual makanan mahir berbahasa melayu. Klik di sini untuk info Halal Food di Yangon.

Tulisan ini gua buat, sebagai informasi buat gua juga. Meski udah pernah ke sana, gua masih pengen datang lagi ke Yangon dan kali ini sebagai backpacker. Selain Yangon, pengen ke Mandalay, kota terbesar kedua, Naypyitiaw yang meski ibu kota tapi masih belum ada apa-apa, serta Bagan, ancient city-nya Myanmar. 


Have a nice travelling, mates :)

P.S. Klik di sini untuk info destinasi menarik di Yangon.

Comments

  1. Bau rebung!!!!!
    Ampun deh, hampir 2 tahun tinggal di Yangon dan masih mabok bau rebung makanan kesukaan warga Myanmar

    ReplyDelete
  2. di sana ada mini market kaya sevel atau CK ga mas ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. mini mart ada, banyak, tapi bukan yang franchise internasional

      Delete
  3. Keren infonya... jelas dan terperinci.. hehehe.
    Siap siap ke yangon bareng keluarga tahun ini sambil be;ajar di web bapak.. hehehe

    ReplyDelete
  4. Keren infonya... jelas dan terperinci.. hehehe.
    Siap siap ke yangon bareng keluarga tahun ini sambil be;ajar di web bapak.. hehehe

    ReplyDelete
  5. Mantapp infonya.. Btw bulan depan ane mau solo trip ke yangon dan trip ke bangan ..klo transport ke bagan dari yangon ada kreta gak yak ? Kok cek ricek google ada bis doang. Mohon infonya ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. holaa, sejujurnya belum pernah ke bagan, jadi ga bisa nyaranin... Tapi klo ngegugel mah, ada. 17 jam perjalanan dgn kreta ekonomi. Naik bus 10-11 jam.

      Delete
  6. mantap bang blog nya..
    saya juga lagi di yangon, emang bau khas nya itu yang ampe sekarang ga tahan. tapi apa mau dikata, hidung sudah mulai membiasakan nih disini hahhaah..

    ReplyDelete
  7. Bang, mau tanya. Jika kita mau ke Thailand dari Myanmar via darat, kabarnya sih akan dikenakan visa gitu. Kira2 kena berapa ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rada ribet klo via darat. Peraturannya selalu berubah2, dan kudu urus e-Visa. Paling umum kalo dari Bangkok via Mae Sot border ke kota Myawaddy. Bisa naik bus. Dari Myawaddynya kudu naik bus lagi ke kota lain. Untuk visanya, cek di official sitenya Myanmar deh sebelum ke sana.
      Cara paling mudah, dari Chiang Rai (Thai) ke Tachileik (Myanmar), biasanya free visa. Tapi cuma bisa di wilayah Tachileik doang, dan exit Myanmarnya via border yang sama.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dummy Booking For Flight Ticket

Menyusun Itinerary Perjalanan & Budgeting dengan Google Maps

Pengalaman Tidur di Bandara Haneda, Tokyo

Day 18; Mengurus Surat Kehilangan di KBRI Thailand

Pengalaman Diganggu Ladyboy di Bangkok